Opini Bareng BBI: Magical Dream from Erin Morgenstern




Omong-omong, ini pertama kalinya saya posting Opini Bareng BBI semenjak resmi jadi anggota BBI bulan Maret lalu, hehehe…

Nah, tema Opini Bareng BBI bulan Juni adalah latar atau setting cerita.  Oleh karena itu, saya memilih novel karya Erin Morgenstern yang berjudul The Night Circus. Kenapa? Karena menurut saya, sepanjang tahun 2015 ini, buku yang telah saya baca dan latarnya begitu indah dan membekas dalam ingatan saya adalah The Night Circus. 



TheNight Circus berkisah tentang sirkus ajaib bernama Le Cirque des Reves. Sirkus yang selalu datang tanpa pemberitahuan. Mampir ke daerah-daerah tanpa kabar sebelumnya dan selalu berhasil memukau setiap pengunjung yang hadir. 

Yang membuat saya menyukai novel ini karena Erin Morgenstern benar-benar apik menggambarkan keajaiaban dan keindahan Le Cirque des Reves. Begitu juga dengan atraksi-atraksi yang mempesona dari para pesulapnya. Ketika saya membaca buku ini, saya benar-benar berharap sirkus itu ada di dunia nyata. Bahkan, saya sempat terpikir, kalau buku ini difilmkan, rasanya saya tidak yakin apakah keindahan sirkus yang tercetak dalam kata-kata bisa diterjemahkan dengan baik secara visual.

Salah satu bagian yang saya suka, yang membuat saya benar-benar berharap bisa mengunjungi Le Cirque des Reves adalah saat Bailey memasuki sebuah tenda bernama Kisah Pengantar Tidur, di mana di dalamnya terdapat botol, stoples, dan wadah-wadah lainnya yang menyimpan aroma hutan, pantai, salju, hingga kastanye panggang. Saya juga suka dengan tenda yang berjudul Taman Es di mana es dan kepingan salju berserakan, menemani dua patung es yang saling mencinta.

Ah, apapun itu, kalau Le Cirque des Reves dan keajaibannya benar-benar ada di dunia nyata, saya rela menghabiskan malam-malam saya menjelajahi sirkus itu, berkeliling dari satu tenda ke tenda lain. Berlama-lama menikmati pesona mimpi dan keajaiban yang tersimpan di sana.

Ini salah satu bagian yang menggambarkan Le Cirque des Reves:

“Kau memasuki arena terbuka yang terang benderang, dikelilingi oleh tenda-tenda bergaris-garis. 

Jalan berkelak-kelok bercabang-cabang dari arena, berbelok menuju beraneka ragam misteri yang tidak terlihat, diterangi lentera-lentera yang berkelap-kelip. 

Para pedagang lalu-lalang di sekitarmu, menjajakan kudapan dan jajanan aneh, pernak-pernik berasa vanili dan madu, cokelat dan kayu manis.

Seorang manusia plastik berkostum hitam mengilap memuntir tubuh di atas panggung, menekuk-nekuk badannya ke posisi mustahil.

Seorang pria melemparkan bola-bola hitam, putih, dan perak tinggi-tinggi ke udara, membiarkannya melayang sejenak sebelum jatuh kembali ke tangannya, diiringi oleh tepuk tangan para penonton.
Semuanya bermandikan pendar cemerlang.

Cahaya memancar dari api unggun besar di tengah arena.

Saat mendekat, kau bisa melihat bahwa api itu menyala di dalam kuali besi hitam besar, yang disangga oleh sejumlah kaki bercakar. Pinggiran kuali terbelah menjadi lajur-lajur besi panjang melengkung, seolah-olah telah dilumerkan dan ditarik seperti gulali. Larik-larik besi itu menjulur ke atas dan melengkung kembali ke bawah, terpilin-pilin, menjadikannya mirip sangkar. Api terlihat dari sela-sela dan membubung ke atas. Bagian bawah kuali itu tertutup, sehingga mustahil untuk menyebutkan bahan bakarnya, apakah kayu atau batu bara atau yang lainnya.

Api yang menari-nari tidak kuning atau jingga, tetapi seputih salju.”

The Night Circus, 130-131.



Komentar