Resensi Buku: Emily Climbs



Penulis             : Lucy Maud Montgomery
Penerjemah      : Ingrid Nimpoeno
Penerbit           : Qanita
Tahun terbit     : 2010
Halaman          : 490


Emily dari New Moon kini telah beranjak dewasa. Tidak hanya tubuhnya yang bertambah tinggi, cita-citanya untuk mendaki Tangga Kesuksesan melalui tulisan-tulisannya semakin menguat. Di usianya yang 14 tahun, ia melanjutkan sekolahnya di Shrewsbury bersama ketiga sahabatnya dari Blair Water. Ilse yang pemarah, Perry yang pandai berpidato, dan Teddy. Teddy yang pemalu dan pandai melukis, dan yang paling disukai Emily dibanding anak laki-laki mana pun.

Di Shrewsbury, Emily tinggal di rumah Bibi Ruth, masih dari keluarga Murray-nya. Bibi Ruth bukan bibi yang menyenangkan, setidaknya begitu menurut Emily. Tidak hanya peraturan-peraturannya, beliau juga selalu menganggap Emily merencanakan suatu kelicikan terhadapnya. Di sekolah, Emily juga bertemu dengan gadis menyebalkan bernama Evelyn Blake. Evelyn seringkali menghina Emily dan berusaha mengalahkan Emily dengan tulisan-tulisannya.

Kehidupan Emily di Shrewsbury penuh dengan berbagai macam petualangan, mimpi, bahkan fitnah-fitnah yang menimpa dirinya. Tetapi Emily tidak menyerah begitu saja. Ia semakin rajin menulis dan mulai mengirimkan karyanya ke majalah dan koran setempat. Berbagai surat penolakan diterimanya, tetapi setiap satu karyanya yang diterbitkan, memberi semangat dan keyakinan yang semakin besar bagi Emily.

Karena Emily sudah menginjak remaja, hidupnya pun semakin berwarna dengan kisah cinta yang manis dan lembut. Dia sangat menyukai Teddy. Teddy-lah satu-satunya laki-laki yang mengatakan kalau Emily adalah gadis termanis di seluruh dunia. Namun, Ibu Teddy sangat membencinya, dan itu membuat Emily sedih. Ditambah lagi, Teddy juga tidak kunjung melamarnya.

Dan ketika seorang wanita sukses dari New York datang, Miss Royal, mengajaknya untuk bekerja di sebuah majalah di New York, Emily menghadapi dilemma. Ia begitu menginginkan kemajuan, dan kota New York seolah menjanjikan pemenuhan mimpi-mimpinya. Namun, ia juga merasa berat meninggalkan Blair Water, meninggalkan New Moon-nya yang tercinta. Akankah Emily meninggalkan Pulau Pangeran Edward untuk meraih mimpi-mimpinya?

My Review

Masih seru dan menakjubkan, seperti buku pertamanya, Emily of New Moon. Akan tetapi, karena penerjemahnya beda orang, ada sedikit perubahan gaya terjemah, yang syukurlah, masih tetap enak untuk dibaca. Meskipun COVER-nya masih berupa foto yang menurutku sama sekali bukan seperti Emily di kepalaku.

Aku suka seri keduanya karena di sini kisah cintanya lebih menarik. Ada tiga laki-laki yang dekat dengan kehidupan Emily. Dean Priest, yang dewasa dan selalu memberi pemahaman baru bagi Emily, Teddy yang manis dan pemalu, serta Perry yang  urakan. Ada juga Andrew, masih sepupu dari keluarga Murray, yang  berusaha untuk dijodohkan dengan Emily oleh para Paman dan Bibinya.

Emily juga masih berteman dengan Ilse, yang kini sudah jauh lebih berubah, dibanding di seri pertama. Meskipun ia masih sedikit pemarah seperti sifat alaminya. Ilse diceritakan sering sekali bertengkar dengan Perry, yang membuat aku curiga kalau di akhir cerita, Perry jadinya sama Ilse, hehehe.

Di buku ini, juga menceritakan perjuangan dan perasaan Emily dalam menulis. Rasanya seperti mengenang kembali masa-masa remaja saat aku aktif banget menulis cerita. Penuh mimpi, penuh optimisme, penuh gagasan, dan segala-galanya yang menjadikan masa remaja masa terindah. Sepertinya, Montgomery sangat piawai dalam merekam dan menuliskan kembali pikiran seorang remaja. Dan setelah kupikir-pikir, meskipun cerita ini ditulis pada awal abad 20, berpuluh-puluh tahun kemudian, kejadiannya masih banyak yang sama seperti sekarang.

Sayang sekali, aku belum memiliki buku ketiganya, Emily’s Quest. Aku curiga Penerbit Qanita belum menerbitkannya, walaupun aku sangat berharap kecurigaanku salah, hehehe. 

[Review ini diikutsertakan dalam Young Adult Reading Challenge 2014]








Komentar