Resensi Buku: Pesantren Impian


Penulis: Asma Nadia

Penerbit: AsmaNadia Publishing House

Tahun Terbit: Cetakan kedelapan, Januari 2016

ISBN: 978-602-9055-29-0



Lima belas remaja putri dan putra dengan masa lalu kelam menerima undangan misterius untuk menetap di Pesantren Impian. Sebuah tempat rehabilitasi di sebuah pulau yang bahkan tak tercantum di dalam peta. Seharusnya sederhana. Siapa yang menduga bahwa berbagai kejadian menegangkan kemudian terjadi?

Katanya di antara lima belas orang itu ada seorang pembunuh dan mungkin akan melakukan aksinya kembali untuk membunuh santri di Pesantren Impian. Ditambah dengan misteri si Gadis yang dicari-cari polisi. Juga rahasia yang disembunyikan oleh pemilik Pesantren Impian, Teungku Budiman.

Mampukah Pesantren Impian menjadi jembatan hidayah bagi hati yang sebelumnya tak pernah merindukan surga?

My Review

Pesantren Impian versi movie tie-in adalah kali kedua saya membaca novel ini. Sebelumnya saya pernah membaca Pesantren Impian yang diterbitkan oleh Penerbit Syamil tahun 2000an. Saya ingat, dulu ketika saya membaca Pesantren Impian, saya menggangap novel ini cukup seru dan menegangkan.


Ketika membaca untuk kedua kalinya sekarang, Pesantren Impian masih memberi efek seru dan menegangkan. Meski saya sudah bisa menerka siapa sosok Gadis sebenarnya dan ternyata tebakan saya benar.

Dari segi alur cerita dan gaya bahasa, Pesantren Impian memang membuat pembaca tak bisa melepaskan buku ini hingga halaman terakhir. Rasanya ingin terus membuka halaman selanjutnya, mengetahui apa yang terjadi berikutnya, dan bagaimana akhirnya.

Saya lupa apakah ada perbedaan yang cukup signifikan antara Pesantren Impian terbitan lama dan terbitan baru. Yang paling saya sadari mungkin dari beberapa gaya bahasa dan penyebutan media sosial. 

Di buku ini, ada tokoh yang menyebut-nyebut Facebook dan Twitter. Saya jamin di tahun 2000an dulu tidak ada dua nama ini, hehehe. Namun, ada juga bahasa slank jadul yang masih dipakai, seperti, “Ya sutralah…” Kids zaman now sepertinya tidak mengucapkan kata ini lagi, ya…

Akan tetapi, itu hal kecil yang tidak terlalu mempengaruhi jalan cerita. Saya pikir isi ceritanya sama dengan terbitan lama. Yang paling saya ingat itu adegan pembunuhan dan alasan mengapa si korban terbunuh. Saat saya baca lagi, apa yang tercantum di novel sama dengan yang pernah saya baca dulu.

Sosok misterius di novel ini adalah sosok Si Gadis dan Teungku Budiman. Akan tetapi, saya yakin pembaca akan mudah menebaknya. Dari sekian banyak nama santri perempuan, ada beberapa nama yang jarang dipakai terutama saat sosok Si Gadis sedang berbicara. 

Sementara itu, sosok Teungku Budiman juga mudah ditebak, dan memang di pertengahan cerita akan dijelaskan siapa pemilik Pesantren Impian yang sebenarnya.

Novel ini mungkin bertema thriller meski latarnya pesantren. Jadi, tidak banyak konten-konten yang terlalu Islami atau konten yang terlalu menceramahi. Untuk sebuah buku thriller, Pesantren Impian cukup menegangkan meski mungkin tak se ‘ganas’ buku-buku lain dengan tema sama.

Meskipun sudah diadaptasi menajdi sebuah film, saya belum pernah menonton film Pesantren Impian dan merasa cukup membaca dalam bentuk novel saja. 

---------------------

Komentar