Resensi Buku: Menggali Sumur dengan Ujung Jarum



Penerjemah: Tia Setiadi

Penyunting: Addin Negara

Penerbit: Diva Press

Tahun Terbit: Cetakan Pertama, April 2015

Halaman: 208

ISBN: 978-602-255-852-1



Menggali Sumur dengan Ujung Jarum; Segenggam Kisah dan Ceramah Para Maestro Sastra Dunia. Seperti judulnya, buku ini berisi kumpulan cerita dan pidato para peraih Nobel Sastra.


Ini kali pertama saya mencoba membaca buku sastra yang ‘nyastra banget’ buat saya. Jujur saya, sampul buku ini berhasil membuat saya penasaran apa saja sih cerita-cerita tersebut dan seperti apa sebetulnya tulisan-tulisan para peraih Nobel Sastra.


Cerita pertama dan kedua dari Gabriel Garcia Marquez yang sempat membuat saya ingin menaruh kembali buku ini dan melupakan keinginan membacanya. Saya sama sekali tidak paham apa maksud Marquez dalam ceritanya yang berjudul “Eva dalam Tubuh Kucingnya” dan “Sepasang Mata Anjing Biru”. Tetapi karena tidak semua isi buku ini dari Marquez dan saya terlanjur penasaran dengan seluruh isinya, saya lanjutkan kembali membaca.


Di cerita ketiga, saya cukup suka dengan “Pencarian Avveroes” karya Jorge Luis Borge meski bukan favorit saya. Cerita keempat, ada Orhan Pamuk dengan karyanya yang berjudul “Kerabat Jauh; Seorang Pemuda Membeli Sebuah Dompet untuk Tunangannya”. Isi ceritanya sudah cukup diwakili oleh judul yang panjang tersebut. Salah satu cerita yang cukup menarik bagi saya dan pesannya pun dapat saya tangkap.


Cerita kelima ada “Suatu Hari yang Dingin” dari William Saroyan. Meskipun baru di buku ini saya mendengar (dalam hal ini membaca) nama William Saroyan, inilah cerita favorit saya di buku ini. Kisahnya sungguh sederhana, tentang penulis yang berusaha menulis apa yang dia pikirkan di hari yang amat sangat dingin dan dia tidak punya pemanas kecuali dengan membakar buku-buku koleksinya.


Lima bagian selanjutnya adalah esai dan pidato dari Jorge Luis Borges, Orhan Pamuk, Naguib Mahfouz, dan Seamus Heaney. Saya paling suka dengan pidato Orhan Pamuk yang berjudul “Koper Ayah Saya”. Di situ, Orhan Pamuk bercerita tentang kegelisahannya akan koper ayahnya yang dititipkan kepadanya dan berisi tulisan-tulisan sang ayah. Saya juga suka dengan esai “Kebutaan” milik Borges dan pidato “Anak Dua Peradaban” karya Naguib Mahfouz. 


Walaupun tidak mendalami ilmu sastra dan jarang baca buku sastra, saya tetap senang telah membaca buku ini.

Komentar