Resensi Buku: Scappa per Amore


Penulis: Dini Fitria

Penyunting: Rina Wulandari

Penerbit: NouraBooks

Tahun terbit: Cetakan I, Juli 2013

Halaman: 302


Diva baru saja putus dengan pacarnya, sosok yang ia sebut dengan nama Matahari. Kekalutan hatinya membuat ia berpikir untuk berhenti dari pekerjaannya sebagai jurnalis di media televisi. Namun, takdir berpihak lain. Belum sampai ia memberikan surat pengunduran diri, atasannya mengatakan kalau program usulannya diterima dan itu berarti dia harus berkeliling Eropa untuk melakukan liputan.

Perjalanan mungkin bisa menjadi obat bagi hati yang luka. Seperti itu juga yang dialami Diva. Dalam perjalanannya, Diva bertemu dengan bermacam-macam manusia dan kisah mereka masing-masing. Semua itu kembali mengingatkannya tentang arti cinta dan kehidupan yang hakiki.

Oke, blurb dari saya mungkin terlalu abstrak dan agak klise. Intinya, buku ini bercerita tentang seorang jurnalis perempuan bernama Diva yang keliling Eropa untuk liputan program televisinya. Kalau dilihat dari orang-orang yang Diva temui, tentu saja program televisi ini bukan acara jalan-jalan biasa, melainkan kisah-kisah Muslim yang tinggal di negara Eropa, plus suka duka mereka.

Negara pertama yang dikunjungi Diva adalah Belanda, lalu Jerman, Prancis, Italia, Wina, dan terakhir Spanyol. Di setiap negara, Diva menceritakan kisah-kisah personal orang-orang yang ditemuinya. Kebanyakan kisah muallaf yang menemukan hidayah dengan cara tak terduga. Namun, tidak jarang ia juga menceritakan latar belakang dirinya, kisahnya dengan Matahari, kisahnya dengan ibunya, dan pandangan pribadinya terhadap kehidupan.

Saya suka dengan cara penulisnya bercerita. Membaca tulisannya seolah membuat Diva adalah sahabat saya yang sedang curhat tentang perjalanan dan kerisauan hatinya. Saya juga dibuat tertarik dan terenyuh dengan kisah-kisah muallaf yang kembali dituturkan Diva. Semua itu membuat saya seperti diingatkan lagi, bahwa betapa mudah menjadi muslim di Indonesia, ketimbang di negara-negara lain, yang menemukan masjid saja susah, adzan tidak berkumandang, belum lagi dengan negara-negara tertentu yang melarang pemakaian hijab. Namun, para Muslim di sana sama sekali tidak goyah imannya.

Diva juga mendeskripsikan tempat-tempat yang ia kunjungi dengan baik dan menarik. Tak lupa menyisipkan sedikit informasi sejarah yang berkaitan dengan tempat-tempat tersebut. Membuat saya tak hanya bisa membayangkan tempatnya, tapi juga tahu latar belakang sejarahnya.

Banyak kalimat-kalimat bagus penuh makna di buku ini. Tapi ada satu bagian yang paling saya suka, dan menurut saya paling mengena. Ini adalah pembicaraan Diva dengan Stefano, muallaf asal Italia.

“Hidup itu soal menyiapkan bekal menuju keabadian. Di dunia ini banyak sekali ladang amal, tapi manusia sering lupa menggarapnya. Mereka hanya sibuk mengurusi dunia, mengejar cita-cita, berambisi untuk selalu menggapai yang belum ada. Parahnya, mereka malah menderita karena merasa tidak bahagia dengan apa yang telah dimiliki. Lucu, bukan?
Padahal hidup itu sebenarnya sederhana, Div. Hanya soal belajar menerima dan menjalaninya dengan ikhlas. Manusia saja yang membuatnya rumit. “

“Tapi hidup itu dinamis, Stef. Tidak cukup hanya soal menerima. Kita harus mencari agar kita tahu dan menjadi sesuatu, bukan?”

“Ya, aku setuju hidup itu adalah pencarian. Tapi untuk apa mencari kalau akhirnya kita tidak pernah merasa puas?”

Dengan bahasa yang sederhana dan mengalir apa adanya, Scappa per Amore adalah buku perjalanan yang menyentuh hati. Saya sangat merekomendasikan buku ini untuk yang lagi galau dan patah hati, hehehehe…

Oiya, buku ini ternyata memiliki sekuel. Judulnya Hijrah Hati di Senja Copacabana, bercerita tentang perjalanan Diva ke Amerika Latin. Saya jadi penasaran membaca buku selanjutnya. Semoga berjodoh, ya! :)


Komentar