Resensi Buku: The Fabulous Udin


Penulis: Rons Imawan
Penerbit: Bentang Belia
Tahun Terbit: Cetakan Pertama, Februari 2013
Halaman: 379


Udin bukanlah bocah biasa, atau begitulah yang bapaknya pikir selama ia hidup. Emak Udin sendiri menganggap itu karena suaminya terlalu menyayangi Udin. Namun setelah suaminya meninggal, dan Udin terus tumbuh, Emak Udin sadar kalau bocah berusia 14 tahun itu memang istimewa.

Dengan kecerdikannya, Udin berhasil menyelamatkan Apang yang nyaris bunuh diri. Udin juga berhasil mempermalukan Brewok, penjual sate Madura yang terkenal akan kekikirannya. Intinya, kehadiran Udin selalu bisa memecahkan masalah, yang orang dewasa pun belum tentu bisa menyelesaikannya.

Pada suatu hari, di kelas Udin datang seorang murid baru. Namanya Suri. Dia cantik tapi berkepala botak akibat penyakit kanker yang dideritanya. 

Suri sangat tidak suka jika orang-orang mengasihaninya. Udin-lah yang pertama kali menunjukkan kalau ia menganggap Suri sama dengan teman-temannya yang lain, bukan orang yang tinggal menghitung hari kematian.

Karena hal itu, lama kelamaan Suri berteman akrab dengan Udin dan ketiga sahabatnya, Inong, Jeki, dan Ucup. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, paling banyak dilakukan di rumah Suri karena kondisi tubuhnya yang tidak bisa terlalu lelah. 

Persahabatan Suri dengan keempat anak itu membuatnya lebih ceria dan semangat hidup. Terutama karena Udin. Namun waktu Suri tidak banyak. Ia ingin tahu apakah Udin memiliki perasaan yang sama dengannya atau tidak, sebelum ia pergi untuk selama-lamanya.

My Review

Novel The Fabulous Udin ini sudah saya dengar entah sejak kapan. Penulisnya, yang lebih terkenal dengan panggilan Onyol, sudah lama kicauannya wara-wiri di timeline Twitter saya, karena isinya yang kocak dan menohok hati. Namun, baru kali ini dapat kesempatan membaca salah satu karyanya.

The Fabulous Udin bercerita sepotong kisah hidup seorang bocah bernama Udin (ya iyalah!). Udin ini digambarkan sebagai seorang bocah yang manis, santun, rajin, cerdas, dan sayang sekali dengan emaknya. 

Dan yang paling bikin meleleh, Udin ini pandai membuat puisi romantis tis tis. Pokoknya lovable banget deh. Saking lovable-nya, membuat saya merasa tokoh Udin ini nggak akan pernah ada di kehidupan nyata.

Ceritanya sendiri bertema sangat remaja. Mulai dari menghadapi guru matematika yang killer hingga kisah cinta segitiga yang mengharu biru. Di sela-sela narasi, kadang terselip ‘suara’ Onyol yang seringkali meledek Udin. Membuat cerita yang berpotensi menguras air mata ini tetap membuat orang tertawa.

Saya juga suka dengan pemilihan latar kisahnya, yaitu di daerah Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Entah kenapa, saya selalu suka dengan cerita-cerita lokal yang latarnya tidak di Jakarta. Mungkin karena terlalu sering dipakai atau menyorot Jakarta dari sisi yang itu-itu saja.

Membaca buku ini tidak membutuhkan waktu lama. Namun banyak pelajaran yang bisa diambil dari lembar-lembar tulisannya. Dan walaupun tokoh Udin terlalu bagus untuk jadi nyata, saya tetap berharap semoga saja Udin benar-benar ada. :)



Komentar